Selasa, 16 Desember 2014

Ini Jawaban Lalat Buah Pintar Membedakan Rasa

Bila kamu melihat lalat buah, mereka bisa membedakan buah yang manis dan tidak. Walau dalam satu pohon sekelompok buah matang bersamaan, ada yang lebih digemari dan tidak. Karenanya, petani sering membungkus buah agar tak diganggu hama.

Kehebatan serangga menentukan sumber makanan terbaik menjadi pertanyaan sejak lama. Kuncinya ada pada reseptor. Setiap jenis serangga memiliki reseptor perasa - protein baru - yang bisa merasakan adanya bahan kimia pada sumber makanan. Tak hanya membuat pilihan penting terkait makanan, tetapi juga pasangan, atau lokasi menempatkan telur-telur mereka.
Meskipun reseptor serangga sudah ditemukan lebih dari satu dekade lalu, bagaimana mereka mengenali bahan kimia yang beragam tetap menjadi teka-teki dan tantangan yang belum terjawab - sampai sekarang. Karena itulah, para peneliti di University of California mencari tahu lebih jauh fungsi reseptor tersebut. Lalat buah dipilih karena "Rasa manis berfungsi sebagai indikator dari nilai gizi, dan lalat, seperti banyak hewan lain, suka dengan yang manis-manis," ujar Anupama Dahanukar, asisten profesor entomologi yang memimpin proyek penelitian.

Lalat buah memiliki delapan reseptor perasa manis, dan apa yang dilakukan masing-masingnya secara khusus belumlah jelas. Hal yang mengejutkan disini, para peneliti menemukan bahwa masing-masing dari delapan reseptor itu dianugerahi kepekaan terhadap satu atau lebih substansi manis.

Analisis sistematis mereka menunjukkan bahwa reseptor dapat dipisahkan menjadi dua kelompok yang didasarkan pada senyawa mana yang mereka deteksi dan seberapa erat kaitannya mereka secara berurutan.
"Setiap reseptor berkemungkinan memberikan kontribusi langsung dan independen bagi spektrum respons keseluruhan pada neuron-neuron rasa manis, yang bisa memiliki beberapa implikasi penting dalam mengembangkan strategi untuk memblokir reseptor ini," kata Dahanukar.

Tim risetnya menggunakan penciuman neuron Drosophila sebagai inang untuk memperlihatkan reseptor perasa. Neuron ini unik karena, meskipun hal ini terkait dengan bau, itu memperlihatkan anggota dari famli reseptor perasa.

"Kami mengungkap reseptor perasa manis, satu demi satu, dalam neuron ini, dan kami menemukan bahwa neuron inang, yang biasanya tidak merespon gula, sekarang mampu diaktifkan oleh substansi manis," kata Dahanukar.

"Orang akan berharap bahwa pertukaran reseptor perasa antara neuron-neuron perasa yang berbeda akan terdengar strategis, tetapi mereka telah mencobanya dan gagal," kata Erica Gene Freeman, seorang mahasiswa pascasarjana bioteknologi yang bekerja di lab Dahanukar dan penulis pertama dari makalah penelitian ini.
Next target: nyamuk
Keberhasilan Dahanukar dan tim mempelajari reseptor pada lalat buah, membawa kemajuan utntuk mengetahui bagaimana hal ini juga berlaku pada nyamuk. Seperti ditulis dalam Proceedings of the National Academy of Sciences, yakni mengungkap fungsi reseptor rasa pada serangga yang menularkan penyakit (misalnya, nyamuk) atau merusak tanaman (misalnya, kumbang dan kumbang penggerek).

Meskipun perbedaan evolusi antara nyamuk dan lalat, reseptor perasa nyamuk itu secara fungsional seperti neuron lalat yang tidak ada faktor nyamuk lainnya.

"Ini memberi kita dorongan untuk menyelidiki reseptor perasa dari serangga lainnya seperti nyamuk yang menularkan penyakit, serta hama yang memakan tanaman," kata Dahanukar. "Salah satu tujuan penting adalah untuk melihat apakah kita dapat menggunakan sistem ini untuk menemukan senyawa yang dapat memodifikasi perilaku makan serangga berbahaya dengan cara yang lebih tepat sasaran."

Ilmuwan Sukses Terjemahkan Bahasa Tubuh Simpanse

Peneliti University of St Andrews, Skotlandia telah berhasil menerjemahkan bahasa gestur atau isyarat tubuh simpanse. Bahasan gestur itu digunakan spesies tersebut untuk berkomunikasi dengan simpanse lainnya.
Peneliti mengatakan simpanse liar berkomunikasi 19 pesan khusus satu sama lain dengan kosakata dari 66 gerakan.

Ilmuwan menemukan kosakata itu usai merekam komunitas simpanse di Uganda dan memeriksa lebih dari 5 ribu komunikasi bermakna itu.

Pemimpin studi, Dr. Catherine Hobaiter mengatakan, temuan bahasa pada simpanse itu merupakan satu-satunya bentuk komunikasi yang sengaja dicatat dalam hewan.

Hobaiter menyebutkan hanya manusia dan simpanse, yang mempunyai sistem komunikasi kepada lainnya. "Itulah mengapa gestur simpanse sangat menakjubkan. Itu satu-satunya yang terlihat seperti bahasa manusia," jelas Dr. Catherine Hobaiter.

Disebutkan, meski dalam penelitian sebelumnya telah menunjukkan kera dan monyet dapat memahami informasi kompleks dari panggilan hewan lain, tapi kedua kewan itu tidak memunculkan suara mereka untuk mengomunikasikan pesan.

Sementara itu, simpanse bahkan bisa menanggapi dalam bentuk respons suara dan gestur.

Peneliti mengatakan, simpanse secara konsisten menggunakan beberapa gerakan gestur untuk menyampaikan satu makna.
Misalnya, peneliti menemukan gerakan gigitan pada daun berarti simpanse ingin menarik perhatian seksual lainnya untuk kawin atau bercumbu.

Gerakan lain yang direkam dalam salah satu klip memperlihatkan saat seorang induk betina menunjukkan telapak kakinya kepada keturunannya, itu menandakan, "panjat ke punggung".

Dan, nyatanya setelah menunjukkan telapak kaki itu, anak simpanse melompat ke punggung sang induk dan bepergian bersama-sama.

"Pesan utama dari riset ini adalah ada spesies lain di luar sana yang memiliki komunikasi bermakna, jadi bukan hanya manusia saja," jelas Hobaiter.



Evolusi Bahasa Manusia

Ia juga menambahkan, mengingat simpanse lebih erat dengan manusia dibanding kera besar, maka tak mengherankan antara manusia dan simpanse ada banyak kemiripan dalam berbagai hal.

Inisiatif studi bahasan gerakan simpanse itu dipuji Dr. Susanne Shultz, pakar biologi evolusi University of Manchester, Inggris.

Menurut dia, studi itu bisa mengisi kesenjangan pengetahuan terkait evolusi bahasan manusia. Namun, Shultz menyayangkan hasil studi itu yang dianggap "sedikit mengecewakan".

Ia berbeda pendapat soal gerakan tubuh simpanse. Menurutnya, masih banyak ketidakjelasan dari gestur simpanse.
"Ketidakjelasan arti gerakan tubuh itu menunjukkan simpanse memiliki sedikit (gestur) untuk berkomunikasi, artinya kita masih kehilangan banyak informasi yang terdapat pada gestur dan tindakan mereka," jelas Shultz.


Wow, Ditemukan Siput Laut Pertama yang dapat Melepas dan Menumbuhkan Kelaminnya

Goniobranchus reticulatus atau awalnya dikenal dengan nama Chromodoris reticulata adalah moluska gastropoda laut dalam famili Chromodorididae.

Nudibranch atau siput laut berwarna indah ini dapat ditemukan di Pasifik, perairan Indonesia hingga Filipina. Species yang dapat mencapai panjang 100 mm ini, adalah hewan Hermafrodit yang berarti tiap-tiap mereka memiliki dua kelamin, pria dan wanita sekaligus.
Yang lebih unik lagi, mereka memiliki kemampuan untuk melepaskan dan menumbuh-ulangkan penis mereka. Bagaimana bisa mereka melakukannya?

Kedua organ reproduksi mereka semuanya berada di sisi kanan tubuh mereka, jadi jika mereka berdua bertemu dengan posisi berlawanan, masing-masing dapat memasukkan penis nya ke dalam organ wanita kawannya.

Dengan begitu, mereka saling memberikan sperma satu sama lain. Setelah kawin, penis mereka pun lepas. Namun, tumbuh kembali hanya dalam 24 jam! Penis yang baru langsung berfungsi penuh dan memungkinkan nudibranch ini untuk kawin lagi sebanyak tiga kali dalam tiga hari sebelum kelelahan.
(a,b) Dua siput saling memasukkan penis mereka ke dalam vagina pasangannya.

(c,d) Autotomized penes setelah kawin, ujung penis bengkak.

Massa sperma (sp) melekat pada penis yang berduri di (d).


Siput laut bukan satu-satunya hewan yang diketahui kehilangan organ reproduksi laki-laki mereka setelah kawin, tetapi adalah hewan pertama yang diketahui dapat menumbuhkan kembali penis nya. Lebah madu Drone juga kehilangan penis mereka saat kawin tetapi mereka kemudian dibiarkan mati.




Tubuh Dapat Hidup dalam Waktu Lama Walaupun Otak Telah Mati

Peneliti bedah saraf Amerika Serikat berpendapat bahwa orang dengan kondisi otak mati, berpotensi tetap hidup dalam jangka lama, meski berisiko berkembang tak sempurna, atau penuh risiko.

Melansir LiveScience, Diana Greene Chandos, asisten profesor bedah saraf dan neurologi Ohio State University Wexner Medical Center tersebut, menyampaikan hal itu menyusul kasus gadis usia 13 tahun dari Oakland California, AS, Jahi McMath yang dinyatakan mati otak oleh tim dokter yang merawatnya sebulan lalu.



 
Namun, hingga kini McMath masih tetap dipertahankan hidupnya dengan bantuan teknologi, dengan dukungan ventilator.

Sebelumnya, terkait pasien dengan otak mati yang dapat dipertahankan hidupnya, pernah menjadi pembahasan pada 1950-an di Prancis, dengan enam pasien yang terus hidup selama dua hingga 26 hari tanpa aliran darah ke otak.

Tetapi, untuk kasus McMath, hakim setempat telah memerintahkan untuk mematikan mesin bantuan pada pekan depan.

Hukum AS dan banyak negara lain mengatakan, seseorang secara hukum dinyatakan meninggal jika secara permanen telah mati otak, kehilangan seluruh pernapasan dan fungsi peredaran darah. Dalam kasus McMath, tiga dokter yang merawatnya menyimpulkan gadis itu telah mati otak.

Greene Chandos mengatakan sistem intrinsik jantung masih menjaga organ denyut untuk waktu singkat setelah seseorang mengalami mati otak.

Ia menambahkan, tanpa bantuan ventilator, denyut akan berhenti dengan sangat cepat, biasanya tak kurang dari satu jam. Sementara itu, dengan dukungan ventilator ini, proses biologi ginjal, fungsi lambung dapat berjalan selama satu pekan. 
Kenneth Goodman, direktur program Bioetika Universitas Miami mengatakan bahwa fungsi tersebut tak berarti orang masih hidup.

"Jika mati otak, Anda mati. Tapi, dengan bantuan teknologi, kita bisa membuat tubuh melakukan beberapa hal yang harus dilakukan ketika Anda masih hidup," kata Goodman.

Keberadaan otak sangat vital. Tanpa otak, tubuh tak mengeluarkan hormon penting yang dibutuhkan untuk proses biologis, misalnya lambung, ginjal, dan fungsi kekebalan tubuh.

Greene Chandos menegaskan, tekanan darah normal juga tergantung pada kehidupan otak. Orang dengan otak yang mati biasanya tak akan bertahan dalam waktu lama. Pemasangan ventilator hanya menunda kematian.

"Jika semua kriteria kematian otak terpenuhi, cukup jelas tak ada lagi yang tersisa," ujar Greene-Chandos.

Meski menilai orang dengan otak mati kecil kemungkinan bertahan hidup, Greene-Chandos juga punya pendapat yang membangunkan harapan pasien. Dengan bantuan teknologi terkini, adanya ventilator, tambahan tekanan darah dan hormon, ia meyakini, secara teori tubuh orang dengan otak mati dapat bertahan dalam waktu yang lama, bahkan tanpa batas waktu.

Namun, ia menekankan bahwa ketahanan orang dengan mati otak itu tergolong sulit, mengingat jaringan tubuh berisiko terkena infeksi. Dia mengaku akan memindahkan McMath ke fasilitas lain untuk mendapatkan dukungan hidup dalam jangka panjang.


sains Ilmuwan Temukan Cara Untuk Membangkitkan Orang Mati

Para ilmuwan memiliki gagasan tentang cara untuk menyadarkan seseorang yang sudah dinyatakan meninggal. Gagasan tersebut dibahas dalam pertemuan New York Academy of Science, menghadirkan Dr Sam Parnia dari State University of New York di Stony Brook, Stephan Meyer dari Columbia University, dan Lance Becker dari University of Pennsylvania.
Dalam pertemuan itu dibahas bahwa kunci penyadaran kembali atau resusitasi pada orang yang baru saja meninggal itu ialah proses hipotermia atau pendinginan tubuh dan pengurangan suplai oksigen.

Gagasan ilmuwan didasarkan pada pandangan baru tentang kematian. Sebelumnya, kematian didefinisikan sebagai saat di mana jantung sudah berhenti berdetak dan paru-paru berhenti bekerja sehingga individu tidak bernapas.

Dalam pandangan baru, kematian tidak dianggap sebagai peristiwa yang terjadi secara serentak di semua bagian tubuh, tetapi sebagai proses bertahap. Saat detak jantung dan napas individu terhenti, sel individu sebenarnya masih hidup.

Kematian total, kiranya bisa dikatakan demikian, baru terjadi ketika sel-sel otak kekurangan oksigen, akibat terhentinya jantung dan napas, sehingga rusak dan mengirim sinyal bagi sel-sel lain menjelang saat kematian.
Dalam gagasan ilmuwan, ada jeda antara henti jantung dan napas dengan kematian total. Jeda itu yang kemudian dimanfaatkan untuk melakukan tindakan sehingga orang yang sebelumnya dinyatakan telah mati bisa sadar kembali.

Proses tersebut harus dilakukan secara hati-hati. Salah satu perhatiannya, upaya menyadarkan orang yang telah meninggal harus tidak mengakibatkan kerusakan otak akibat jantung yang berhenti menyuplai oksigen.

Diberitakan Huffington Post, kunci penyadaran kembali tanpa merusak jaringan otak salah satunya adalah hipotermia, yakni tubuh didinginkan beberapa derajat lebih rendah daripada suhu normalnya 37 derajat celsius.

Berdasarkan studi, hipotermia bisa mencegah kerusakan sel otak dengan menurunkan permintaan oksigennya. Namun, ini tetap ada batasannya. Ada momen ketika kerusakan memang sudah terlalu besar sehingga tak bisa dikembalikan.

Kemudian, setelah prosedur hipotermia dan jantung bekerja, kunci lainnya adalah menjaga suplai oksigen. Suplai oksigen yang tiba-tiba besar justru akan berdampak negatif karena akan merusak jaringan otak.
Hipotermia terbukti membantu prosedur resusitasi. Namun, bahkan di Amerika Serikat, tak semua rumah sakit menerapkan prosedur hipotermia. Hal ini menjadi keterbatasan untuk mengupayakan resusitasi yang berhasil.

Tentang suplai oksigen, Parnia menuturkan, suplai harus diatur dengan mesin agar jumlah oksigen yang dialirkan sesuai yang dibutuhkan.

Penyadaran kembali orang yang telah meninggal ini menimbulkan pertanyaan etis. Pasalnya, upaya menyadarkan kembali orang yang telah berjam-jam mengalami henti jantung berisiko pada kerusakan otak. Siapa yang kemudian bertanggung jawab melakukan proses resusitasi lebih komprehensif?

Mayer mengungkapkan, keterbatasan saat ini adalah pengetahuan tentang kerusakan otak. Ilmuwan belum mengetahui seberapa lama kerusakan bertahan dan apakah bisa dikembalikan ke kondisi semula.

Mayer mengungkapkan, masih perlu pembelajaran lebih lanjut. Namun, ia mengatakan bahwa ilmuwan juga tak bisa begitu saja mengatakan bahwa kerusakan otak tak bisa dikembalikan.

Sementara, Becker menuturkan, upaya penyadaran tidak selalu bisa dilakukan di setiap kasus. Namun, sekali dokter memutuskan, dokter harus menerapkan semua metode yang mungkin bisa dilakukan.

Ilmuwan Berhasil Menciptakan Darah Buatan dari Ekstrak Cacing Laut

Ilmuwan berhasil mengkreasikan darah buatan dari bahan garam mineral, air, dan protein hemerythrin yang diekstrak dari cacing laut.

Radu Silaghi-Dumitrescu dari Babes-Bolyai University di Cluj-Napoca berharap bahwa darah buatan itu bisa mencukupi permintaan darah dan mencegah penularan penyakit lewat transfusi.
Silaghi-Dumitrescu yang menciptakan darah buatan itu bahkan berangan-angan bahwa di masa depan mungkin akan ada produk darah instan. Darah instan itu layaknya kopi instan atau minuman kemasan sachet, bisa digunakan setelah dicampur dengan air.

Upaya Silaghi-Dumitrescu adalah suatu keberhasilan. Selama ini, usaha mengkreasi darah buatan selalu gagal karena senyawa yang dipakai tak tahan tekanan fisik dan kimia.

Silaghi-Dumitrescu memakai hemerythrin dari cacing laut karena dipandang lebih tahan tekanan daripada hemoglobin. Hemoglobin adalah protein darah yang berfungsi mengikat oksigen, membantu transfer oksigen ke setiap sel tubuh.
Darah buatan Silaghi-Dumitrescu telah diujicobakan pada mencit, dan hewan percobaan tak mengalami efek samping. "Mencit yang diuji coba dengan darah buatan 'Made in Cuj' tidak mengalami efek samping, dan ini yang kita inginkan," katanya seperti dikutip Softpedia.

Darah buatan ini diharapkan bisa menggantikan fungsi darah asli pada manusia selama beberapa jam atau mungkin sehari penuh.

Dalam jangka waktu tersebut, tubuh seseorang yang kehilangan banyak darah bisa menghasilkan darah yang cukup untuk menggantikannya lagi. Dalam satu hingga dua tahun ke depan, darah buatan ini akan diujicobakan pada manusia.

Ternyata Otak Bersihkan Penyakit Saat Pemiliknya Tidur

Sebuah riset di AS menunjukkan bahwa saat mahluk hidup sedang tidur, otaknya justru bekerja membersihkan bibit-bibit penyakit yang ada di dalam tubuh.

Kesimpulan penelitian ini diperoleh ketika ilmuwan dari University of Rochester Medical Center, New York AS mendeteksi pembersihan penyakit pada otak tikus yang tidur. Ternyata otak tikus yang tidur lebih baik dalam memerangi penyakit daripada saat terjaga.
Dilansir USA Today, peneliti memasukkan suatu zat yang terbentuk dari penyakit Alzheimer, dan terbukti tikus yang tidur mampu menghapus penyakit itu lebih cepat.

Tim peneliti juga memperhatikan, sel otak cenderung menyusut selama tidur untuk mendukung penghapusan jenis penyakit. Pasalnya, kondisi itu memperlebar ruang antara sel-sel yang memungkinkan penyakit dengan mudah dibuang melewati ruang sel.

Nah, meski uji coba dilakukan pada otak tikus, peneliti utama Dr Maiken Nedergaard mengatakan, metode ini pun dapat berlaku pada otak manusia. Nantinya, jika terbukti berhasil pada manusia, ini akan membuka babak baru dalam dunia pengobatan manusia yang menderita penyakit Alzheimer dan penyakit sejenisnya.

Temuan ini pun mendapat respons positif oleh ilmuwan lain. "Sangat mungkin jika tidur bisa memperlambat kerusakan yang lebih lanjut," jelas Dr Clete Kushida, direktur medis Stanford Sleep Medicine Center melalui surel.

Penelitian juga menyimpulkan orang yang tak mendapatkan waktu istirahat cukup akan mengalami kesulitan belajar, membuat keputusan, dan lamban dalam bereaksi.

Penelitian itu didanai National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Dalam sebuah pernyataan, Direktur Program lembaga itu, Jim Koenig mengatakan, penemuan itu dapat menjadi pendekatan baru untuk mengobati berbagai penyakit otak.

Jangan Sakiti, Karena Tawon Bisa Mengenali Wajah Anda

Seekor tawon lewat dan Anda berusaha memukulnya dengan kertas koran. Tawon itu pergi menghindar. Apakah Anda lalu aman? Mungkin tidak. Tawon mengenali wajah Anda dan bisa kembali menyerang.
Mengejutkan memang. Namun, adalah nyata bahwa jenis tawon kertas bisa mengenali wajah. Elizabeth Tibbetts dari University of Michigan menemukan fakta tersebut. Ia mempublikasikan hasil penelitiannya di jurnal Ethology.

Selain tawon, Tibbetts juga menemukan bahwa lebah madu pun merupakan serangga yang bisa mengenali wajah. Hewan lain yang juga punya kemampuan seperti manusia itu antara lain burung gagak.

Diberitakan I Fucking Love Science, saat ada individu, baik hewan lain maupun manusia, mata tawon kertas dan lebah madu akan membentuk struktur heksagonal. Struktur itu terdiri atas ribuan struktur lebih kecil bernama ommatidia.

Dengan membentuk struktur itu, serangga seperti tawon kertas dan lebah madu berusaha merangkai wajah hewan, manusia, atau obyek apa pun yang ada di hadapannya. Citra yang dihasilkan memang tidak sejelas yang manusia lihat, tetapi cukup bagi tawon untuk mengidentifikasi.

Kini, semakin banyak kemampuan yang semula dianggap istimewa dan hanya manusia yang memilikinya ternyata juga dipunyai hewan lain. Mulai sekarang, hati-hati bila menyakiti si tawon. Siapa tahu, dia akan membalas dendam.

Leidenfrost Effect, Percobaan Reaksi Fisika yang Menakjubkan

Sebagian dari Anda mungkin sudah mengenal Efek Leidenfrost, yaitu fenomena dimana cairan yang kontak dengan suatu bahan yang jauh lebih panas dari titik didih cairan itu, akan menghasilkan lapisan uap isolasi yang menjaga cairan agar tidak menguap dengan cepat.

Fenomena ini paling sering terlihat ketika memasak, setetes air dalam panci yang suhunya jauh diatas titik didih air atau di atas titik Leidenfrost, maka tetesan air tersebut akan bergulir di panci dan membutuhkan waktu lebih lama untuk menguap daripada di dalam panci yang suhunya dibawah titik Leidenfrost (tapi masih di atas titik didihnya).

 

Efek ini juga menjelaskan mengapa tangan kita baik-baik saja walaupun dituangkan nitrogen cair. Nitrogen memiliki titik didih −196°C, dan suhu tubuh manusia adalah sekitar 37°C, ini sangat panas bagi nitrogen.

Lalu, saat bertemunya nitrogen cair dengan tangan, efek Leidenfrost pun terjadi. Nitrogen cair akan tertahan oleh uapnya sendiri, ini menyebabkan tetes-tetes nitrogen cair menjauh dari permukaan kulit. 
Akan tetapi, ini tidak akan terjadi selamanya, bila kita terlalu lama menuangkan nitrogen cair ke tangan kita, tangan akan mendingin dan menyebabkan nitrogen cair tidak menguap secepat sebelumnya.

Jadi, ketika setetes air menyentuh permukaan yang panas (sedikit diatas titik didihnya), tetes air tersebut dengan cepat menguap.
Tapi jika tetesan air dijatuhkan/menyentuh permukaan yang sangat panas (jauh diatas titik didihnya), hanya sedikit dari lapisan luar tetesan itu yang menguap, menghasilkan efek isolasi yang menyebabkan tetesan sisa bergulir di permukaan yang panas.

Nah, ketika tetesan air menghantam permukaan yang sangat panas tapi halus, mereka cenderung bergulir atau melompat-lompat ke arah yang acak. Namun para peneliti telah menemukan bahwa jika permukaan yang sangat panas memiliki tekstur bergerigi, tetesan hanya bergerak dalam satu arah saja.
Dua orang mahasiswa dari universitas Bath, Carmen Cheng dan Matthew Guy, membangun sebuah labirin alumunium yang permukaannya bergerigi kemudian dipanaskan diatas titik Leidenfrost dari air.

Ketika tetesan-tetesan air dijatuhkan pada labirin ini, tampak seolah-olah tetesan-tetesan air tersebut dapat melintasi lorong-lorong labirin yang kompleks dengan sendirinya.

Amigdalin, Zat Pada Biji Apel yang Cukup Berbahaya

Sebagian ahli gizi menyarankan agar apel dimakan bersama dengan kulitnya. Hal ini karena kulit apel mengandung serat yang bermanfaat bagi tubuh. Kendati begitu ada bagian dari buah apel yang sebaiknya tidak anda makan, yakni bijinya.

Biji apel memiliki kandungan zat amigdalin. Zat ini dapat dikonversi menjadi hidrogen sianida yang beracun. Akan tetapi, kalau hanya dikonsumsi dalam jumlah kecil maka efek toksin dari biji apel tersebut juga sangat kecil.
Hindari Mengunyah Biji Apel

Selain apel, ada beberapa buah lainnya yang juga mengandung amigdalin, diantaranya adalah plum, persik, quince, dan almond.

Kadar amigdalin yang ada di dalam buah apel termasuk kecil, terlebih lagi zat tersebut baru keluar jika bijinya dikunyah dengan baik.

Amigdalin merupakan toksin glikosida yang apabila dikombinasikan dengan enzim pencernaan akan menghasilkan hidrogen sianida, racun yang setara dengan Cylon B. Racun tersebut juga digunakan pada pembunuhan massal di kamp konsentrasi ketika perang dunia II berlangsung.
Walaupun demikian, buah atau biji buah yang memiliki kandungan amigdalin dapat diproses untuk menyingkirkan zat beracunnya, misalnya adalah singkong.

Singkong mengandung cyanogen yang sangat tinggi, namun zat tersebut dapat diolah menjadi tepung tapioka. Proses pemasakan singkong dapat membuat cyanogen menjadi tidak berbahaya. Begitu juga dengan kacang almond, yang juga dapat dihilangkan dengan proses yang hampir sama.

Amigdalin yang telah diubah menjadi hidrogen sianida dapat menjadi berbahaya karena zat tersebut akan mengurangi kinerja sel darah merah dalam membawa oksigen. Walaupun dalam jumlah kecil tubuh dapat membuang hidrogen sianida, namun apabila jumlahnya besar, maka bisa berakibat fatal.

Orang yang keracunan hidrogen sianida berisiko mengalami sakit kepala, jantung berdebar dengan cepat, muntah, mual, lemas, dan gemetar. Hal ini bahkan bisa menjadi serius apabila hidrogen sianida datang dalam jumlah yang besar, bisa menyebabkan koma, sesak napas, kerusakan paru, tekanan darah rendah, dan bahkan kematian.

Kembali lagi ke masalah apel, anda tidak perlu risau tentang zat amigdalin yang terkandung di dalam bijinya. Apabila anda tidak sengaja memakan biji apel, maka hal tersebut tidak akan membuat anda keracunan.

Namun, sebaiknya anda sebisa mungkin menghindari mengunyah biji apel. Agar lebih aman, potonglah buah apel menjadi beberapa bagian, kemudian buang bijinya, dan setelah itu makan buahnya.

Hal ini juga berlaku apabila anda ingin memblender apel untuk dibuat jus atau selai, jangan lupa untuk membuang bijinya terlebih dulu.

Disuntik Gen Manusia, Tikus-tikus ini Jadi Pintar

Dalam film-film fiksi ilmiah (sci-fi) kadangkala menggambarkan hewan cerdas hasil eksperimen dengan mengubah komposisi gen mereka. Di dunia nyata, perkembangan ke arah tersebut dimungkinkan.


Massachusetts Institute of Technology melakukan eksperiman dengan menggabungkan gen manusia - FOXP2 - dan menyusun ulang pada susunan gen tikus, menghasilkan tikus yang belajar cara menemukan makanan lebih cepat dibanding tikus normal.
Eksperiman semacam ini juga pernah dilakukan tahun 2009. Ditemukan, FOXP2 dari manusia mengembangkan neuron yang lebih kompleks, sekaligus membentuk sirkuit otak yang lebih efisien.


"Tidak ada yang tahu bagaimana otak membuat transisi tersebut, dari berpikir secara sadar untuk melakukannya secara tidak sadar," kata Ann Graybiel, penulis laporan di Massachusetts Institute of Technology, seperti dilansir ABC Science.


Dari temuan itu, Graybiel dan tim melakukan eksperimen ulang menggunakan ratusan tikus yang terbagi dalam dua kelompok. Grup pertama hasil rekayasa genetika, dan grup kedua tikus normal.


Semua tikus tersebut ditempatkan pada labirin yang kompleks. Tujuan akhir menemukan makanan, yakni sepotong cokelat. Pada beberapa bagian tikungan di labirin, ditempatkan beberapa tanda seperti "T" untuk persimpangan, "belok ke arah kursi". Jadi setiap tikus punya pilihan, memperhatikan tanda atau merasakan tekstur lantai labirin - halus atau kasar.


Hasilnya, tikus yang sudah mendapat rekayasa gen manusia bisa menemukan cokelat dalam 7 hari. Sementara tikus normal menghabiskan waktu hingga 11 hari.


Anenya, ketika tanda-tanda pada labirin dihapus sehingga tetikus itu hanya bisa menebak dari tekstur lantai, tikus hasil rekayasa dan tikus normal menemukan cokelat pada waktu bersamaan.


Berdasar eksperimen itu, Graybiel menyusun hipotesa, bahwa gen manusia tidak meningkatkan kemampuan kognitif yang fleksibel. Namun gen manusia membuat otak tikus berpikir secara sekuen, yang disebut pembelajaran deklaratif. Contohnya seperti kita, manusia belajar mengingat secara sadar tanda-tanda lalu lintas secara otomatis bila berulang melewati jalan yang sama.


Penelitian yang tertuang dalam jurnal "Proceedings of the National Academy of Sciences" ini bertujuan untuk mempelajari kemampuan bayi yang belajar bahasa secara otomatis, dengan menirukan secara sadar kata-kata yang mereka dengar.

Penelitian: Hantu Dapat Terlihat Jika Otak Terkena Frekuensi Sangat Rendah

Hingga kini para ilmuwan masih tidak percaya atas keberadaan hantu. Walaupun jika memang benar hantu itu ada, tapi tetap susah untuk dapat dibuktikan secara nyata. Karena menurut orang-orang yang percaya, hantu berada di alam lain, tidak kasat mata, namun kadang bisa dirasakan bahkan bisa terlihat pada saat-saat tertentu.

Jika mereka (hantu) memang ada, maka apakah hantu itu? Dari apakah mereka terbentuk? Makhluk apakah mereka? Mungkinkah hantu itu terdiri dari materi yang berunsur gas, molekul, ion atau sesuatu yang lain? Atau bisa jadi, hantu terdiri dari suatu zat atau unsur yang oleh para ilmuwan belum pernah diketahui. Para ilmuwan masih menyelidiki fenomena mistis tentang keberadaan hantu ini.

Lalu muncul pula pertanyaan lainnya, bagaimana hantu bisa beruwud? Bagaimana mereka bisa menembus tembok atau materi lain? Bagaimana mereka tercipta? Bagaimana mereka berakhir? Atau apakah hantu itu hanyalah ilusi mata, ilusi telinga atau ilusi perasaan saja?

Apapun hantu itu, para ilmuwan tetap mengambil penelitian dari sudut ilmu pengetahuan atau sains saja. Dan mereka tetap berkeyakinan bahwa hantu adalah ilusi yang dibuat oleh otak dalam keadaan tertentu.

Jika benar hantu adalah ilusi yang dibuat oleh otak, maka timbul lagi pertanyaan klasik, bagaimana otak bisa membuat ilusi penampakan hantu? Apa yang membuat otak bisa mempunyai kemampuan ilusi atau khayalan ini?


Penyelidikan


Beberapa ilmuwan bergabung untuk menyelidiki fenomena mistis ini. Mereka melakukan eksperimen disebuah tempat paling angker di Amerika, yaitu penjara tua yang sudah lama tidak terpakai di daerah Eastern State Penitentiary, Philadelphia Amerika.



Dari beberapa saksi mata yang ada di daerah tersebut telah mengakui bahwa mereka memang kadang melihat seperti ada makhluk yang terbang melayang di penjara tersebut. Dan peristiwa itu terjadi dalam waktu beberapa kali.

Penyelidikan ini membutuhkan beberapa sukarelawan yang akan mengamati penjara angker itu. Para relawan yang terpilih haruslah orang yang tidak mempercayai hantu dan bukan orang yang penakut.

Lalu semua sudut dan ruangan dipenjara yang akan digunakan untuk uji coba dilengkapi oleh berbagai jenis kamera infra merah, detektor medan elektromagnet, sensor suhu, sensor audio dan video serta teknologi tercanggih lainnya. Bahkan beberapa diantara perangkat dan teknologi yang digunakan sama persis seperti yang NASA gunakan.

Setelah setiap pojok dan hall serta koridor penjara tua itu diberi peralatan tersebut, mereka mengamati seharian penuh namun tidak ada objek yang mencurigakan.

Pada malam kedua, dikerahkanlah para relawan. Semua relawan masing-masing ditempatkan di dalam beberapa sel tahanan dalam semalam. Bagaimana menurut para relawan?

Para relawan tak merasakan apapun, apalagi adanya fenomena kehadiran hantu. Mereka hanya merasakan udara yang dingin namun pengap, "Mungkin karena di dalam ruang sel ini tidak ada sirkulasi udara", ujar salah satu relawan.

Ada pula yang berujar bahwa, "Udara di dalam sel yang lembab menyebabkan kurang segarnya udara yang terhirup, seperti bau yang tak sedap," ujar relawan.
Selama seharian hingga mendekati fajar, tak satupun relawan yang merasakan adanya anomali. Mereka tak melihat fenomena aneh, penampakan aneh ataupun mendengar sesuatu yang aneh.

Pada hari ketiga. Para ilmuwan menggunakan sedikit trik. Awalnya trik ini hanyalah coba-coba dari beberapa literatur penyelidikan sebelumnya. Mereka menyiapkan beberapa pengeras suara rendah (subwoofer) yang besar. Kemudian tanpa diketahui para relawan, subwoofer tersebut diletakkan di beberapa tempat yang tersembunyi dan tak mungkin dilihat para relawan nantinya.

Pengeras suara rendah tersebut nantinya akan diaktifkan dan akan bergetar dibawah indera pendengaran manusia alias infra-sonic. Saat pengeras dinyalakan maka membran pengeras suara akan maju-mundur dengan hebat namun tak akan ada suara yang terdengar oleh manusia.

Malam pun tiba, seperti malam-malam sebelumnya mereka semua bersiap dengan alat komunikasi yang bisa dipantau dan juga tak lupa dengan membawa senternya masing-masing. Setelah kira-kira setengah jam berlangsung, para ilmuwan menyalakan pengeras suara jenis sub-woofer tersebut. Tak berapa lama, terjadi suasana yang menurut para relawan 'tidak nyaman'.
Mereka para relawan melaporkan bahwa entah kenapa kepala mereka agak pusing, jantung sedikit berdebar, bulu tengkuk dan pergelangan tangan merinding, bahkan ada yang melihat seperti asap yang keluar dari tembok. Malam itu begitu aneh tidak seperti malam sebelumnya, apa yang sebenarnya telah terjadi dengan mereka?

Gelombang Frekuensi Rendah
Pengeras suara jenis sub-woofer yang mengeluarkan gelombang frekuensi rendah inilah penyebabnya. Kok bisa, apa yang terjadi?

Setiap frekuensi memiliki panjang gelombang dan setiap gelombang tersebut memiliki kelemahan dan kekurangannya masing-masing.

 Tidak seperti gelombang biasa lainnya, pada gelombang sangat rendah (Very Low Frequency) atau VLF, memiliki sifat yang dapat dengan mudah menembus suatu materi seperti kayu, tembok, tanah bahkan beberapa jenis logam.

Dan secara mudah pula, gelombang sangat rendah ini dapat juga menembus badan manusia.

Selama ada gelombang yang dapat menembus badan kita, maka gelombang tersebut pasti juga menembus dan mempengaruhi organ-organ biologis di dalam tubuh manusia, termasuk otak.

Oleh karenanya para peneliti yang juga ilmuwan itu, sangat tertarik dengan fenomena ini. Apa yang menyebabkan pengaruh perilaku manusia dalam keadaan resah, tak nyaman bahkan halusinasi ternyata dapat dipengaruhi oleh gelombang frekuensi sangat rendah (VLF) ini.

Dari hasil penelitiannya, ternyata otak manusia sangat rentan dengan adanya gelombang VLF ini. Ada beberapa bagian dari otak yang sel-sel syarafnya tak terpengaruh oleh VLF, namun ada juga bagian yang terpengaruh.

Beberapa diantara bagian otak yang terpengaruh oleh VLF ini adalah bagian-bagian otak yang mengatur sistim keseimbangan dan kesadaran.

Dan sistim keseimbangan dan kesadaran tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi indera-indera yang tersambung dan terkordinasi kepadanya.

Dengan terpengaruhnya sistim keseimbangan dan kesadaran pada otak manusia itu, maka otak akan memerintahkan sel-sel tertentu kepada indera lainnya, seperti mata yang dapat melihat benda yang tak ada namun menjadi sepertinya ada.

Telinga yang berfungsi sebagai keseimbangan juga mulai terpengaruh akibat informasi yang salah dari otak, lalu mulai merasakan pusing dan juga terjadi efek pendengaran yang sebenarnya tidak ada, seperti mendengar suara wanita, anak menangis dan suara terbahak-bahak.

Indera lainnya juga terbukti terpengaruhi oleh info dari otak yang salah memberikan informasi akibat hantaman gelombang Frekuensi Sangat Rendah atau Very Low Frequency (VLF) ini. Termasuk indera penciuman, mencium wangi bunga yang sebenarnya tidak ada. Indera perasa seperti kulit juga menyebabkan perasaan merinding pada bulu tangan dan tengkuk.

Pada sesi inilah maka manusia akan mengalami seperti halusinasi, karena otak yang terpengaruh oleh VLF dan terjadi dis-informasi dan mempengaruhi indera manusia yang lainnya. Dan pada sesi selanjutnya, maka manusia dapat melihat 'hantu'.

Frekuensi Rendah Ada Dimana-mana

Lalu darimana datangnya frekuensi rendah disekeliling kita? Frekuensi rendah ada dimana-mana dan dapat dipicu oleh berbagai macam cara.

Secara alami frekuensi rendah dapat dipicu oleh getaran yang sangat pelan dan rendah. Mulai dari dedaunan atau alang-alang yang tertiup angin, dari tetesan air yang jatuh, dari rintik air hujan, dari putaran rendah kipas angin dan dari apapun yang bersifat bergetar serta memiliki getaran yang sangat-sangat rendah.

Apalagi jika berada di dalam gedung tua seperti penjara ini. Kelembaban karena air yang menetes, rumput-rumput, suara angin dan lainnya sangat mempengaruhi indera manusia.

Oleh karenanya, para ilmuwan sangat yakin bahwa penampakan hantu karena dipicu oleh disfungsi cara kerja otak yang telah terpengaruh oleh VLF tersebut.

Penelitian Lanjutan Frekuensi Sangat Rendah

Akibat penemuan ”tak sengaja” yang berawal dari penelitian tentang hantu, justru berlanjut menjadi penelitian terhadap – mengubah dan mengatur perilaku manusia (human behaviour). Dan ini justru menjadikannya batu loncatan kepada teknologi-teknologi terkini. Para peneliti langsung berfokus kepada rahasia dibalik frekuensi rendah ini.

Salah-satunya yang juga menggunakan frekuensi rendah adalah H.A.A.R.P. (High frequency Active Auroral Research Program) atau Program Penyelidikan Aurora Aktif Frekuensi Tinggi.
Ya, awalnya frekuensi tinggi. Lalu bagaimana jika frekuensi rendah dipancarkan melalui antena-antena HAARP ini? Mungkin akan banyak hal tak terduga yang akan terjadi lagi, karena hingga saat ini lebih banyak penelitian mengenai frekuensi tinggi daripada frekuensi rendah. 
Dan jika hal ini benar terjadi, pastinya akan selalu disembunyikan dan tak diakui oleh pihak-pihak yang berkepentingan didalamnya.

Begitu 'tak terselidikinya' kemampuan frekuensi sangat rendah ini, sehingga manusia dapat melihat yang tiada, dan dapat mendengar yang tiada, namun semua sepertinya benar-benar ada. Dan oleh sebab itulah hantu ada dan dapat terlihat, menurut ilmu pengetahuan.
 

BeON: Lampu LED Pintar Untuk Cegah Maling Menyelinap Kedalam Rumah

Rumah ditinggal liburan selalu bikin kita was-was, mau ngga mau lampu dinyalakan terus supaya maling pikir ada orang, tapi maling sekarang pintar udah tahu kalau pakai cara seperti itu.


BeON adalah lampu LED pintar yang dilengkapi dengan fitur keamanan untuk mencegah maling masuk ke rumah ketika di rumah sedang tidak ada orang.

BeON akan belajar dari kebiasaan anda, kapan mulai menyalakan/ mematikan lampu dan dari sini, BeON akan otomatis menyala sesuai dengan waktu kebiasaan sehingga BeOn tidak perlu terus dinyalakan karena otomatis mati ketika waktunya harus dimatikan.

BeON juga bisa aktif ketika bel rumah dibunyikan, tahu sendiri kadang maling kan suka coba pencet bel dulu untuk memastikan di rumah tidak ada orang, dengan fitur ini tentu maling langsung kabur karena lampu mendadak nyala sehingga dipikir ada orang di rumah.

BeON juga punya fitur tambahan lainnya yang tidak kalah penting seperti sebagai lampu darurat ketika listrik mati, menyala otomatis ketika terdengar bunyi alaram penditeksi kebakaran (smoke detector) untuk menjadi penunjuk arah keluar dan ketika dimatikan, BeON akan mati secara perlahan sehingga kita bisa keluar dari ruangan tanpa harus gelap-gelapan.
Sebagai lampu pintar, BeON juga bisa dikendalikan melalui ponsel pintar melalui aplikasi yang ada dan BeON bisa dimatikan langsung (tanpa harus berlari ke arah switch yang ada di dinding) karena di dalamnya ada saklar untuk mematikan.

BeON rencananya akan dijual di kisaran US$ 199-269 untuk 3 buah.